UPIL SALTO
BLOG BERITA SEPUTAR PERANG GAZA, (PalestineWillBeFREE)
Rabu, 23 Juli 2014
SONG FOR GAZA
Michael Heart, pria kelahiran Syria yang menetap di Los Angeles, Amerika Serikat, menerima sambutan banyak orang sejak lagunya, We Will Not Go Down, dikenal luas. Musisi Amerika ini mengaku merasa senang dan bahagia dengan album yang ditujukannya untuk anak anak Palestina itu.
Pria yang dibesarkan di Eropa, khususnya di Swiss dan Austria itu, merasa marah dan terharu melihat korban di sekolah PBB yang memberikan inspirasi baginya untuk mengarang lagu yang ditujukan untuk korban Gaza.
Michael yang hidup dalam berbagai budaya ini menggratiskan lagunya untuk di-download. Hanya saja ia menyarankan untuk memberi sumbangan ke Unicef atau ke organisasi yang berdedikasi untuk mengurangi penderitaan rakyat Palestina.
Michael yang belajar piano dan gitar di usia 10 tahun, dan mulai menulis lagu dan sempat melakukan rekaman setelah menyelesaikan pendidikan dari Full Sail (sekolah rekaman), dan akhirnya hijrah ke Los Angeles di tahun 1990.
Selama 18 tahun, Michael bekerja di studio lokal. Selain bermain gitar, dia juga bekerja sebagai recording engineer untuk artis terkenal, seperti Brandy, Will Smith, Toto, Natalie Cole, The Temptations, Phil Collins, Patty LaBelle, dan The Pointer Sisters.
Michael yang juga dikenal dengan nama Annas Allaf membantu rekaman kelompok Earth Wind & Fire dan artis terkenal lainnya seperti Ricky Lee Jones, Lou Rawls, Jesse McCartney, Hillary Duff, Jessica Simpson, Jennifer Paige, Al Jarreau, KCi & Jojo, Deborah Cox, Monica, Taylor Dayne, Keiko Matsui, Steve Nieves, Luis Miguel dan Tarkan.
Kefasihan Michael berbahasa Perancis menjadi bonus saat ia bekerja dengan artis Perancis, seperti Calogero (The Charts), Marc Lavoine dan Veronique Sanson.
Selain bekerja di studi rekaman, Michael pernah melakukan tur di awal tahun 90-an sebagai pemain gitar flamenco bersama Juan Manuel Canizares pada pembukaan konser Dire Straits.
Awal Januari 2009, Michael menulis dan sekaligus menyanyikan lagu yang menceritakan situasi masyarakat Palestina in Gaza. Lagu yang diberi judul We Will Not Go Down itu akan terus bergema di hati masyarakat dunia.
Banyak cara untuk men-support perjuangan rakyat Palestina di Gaza, salah satunya dengan lagu. Seorang penyanyi di Los Angeles Amerika Serikat – Michael Heart, membuat sebuah lagu khusus yang dia tujukan untuk rakyat Gaza yang sampai saat ini masih jadi sasaran pembantaian oleh Zionis Israel.
michael_heart1xSejak dia merilis lagu yang berjudul “We will not go down” (Song for Gaza) , lagu tersebut mendapat banyak respon, berupa komentar dukungan, sampai ia sendiri kewalahan menjawab dan membalas berbagai email yang masuk.
Walaupun lagu itu baru di rilis, namun telah ratusan ribu orang melihatnya di youtube dan mendownload MP3 nya.
Lirik lagu “We will not go down” sendiri sangat menyentuh.
Salah satu bait lirik dari “We will not go down”
Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right
Michael Heart menggambarkan kondisi rakyat Gaza akan gempuran Zionis Israel dalam lagunya itu membuat kita merasa tersindir dan sedih akan nasib rakyat Gaza.
Awalnya dia berencana dengan menjual CD lagu MP3 nya itu dan hasil penjualannya akan dia donasikan untuk kepentingan amal kemanusiaan untuk penduduk Gaza, tapi karena dia merasa sulit kalau harus sendiri mendonasikan hasil penjualan CD MP3 nya , akhirnya dia memutuskan semua orang bisa mendownload gratis lagu tersebut. Dan dia berharap, setelah mendengarkan lagu itu, orang-orang akan tergerak hatinya untuk membantu rakyat Palestina di Gaza dengan mendonasikan uangnya ke lembaga-lembaga kemanusiaan yang ada atau organisasi yang didedikasikan untuk meringankan penderitaan rakyat Palestina.Sebagai musisi Michael Heart sangat berterima kasih atas dukungan yang diberikan kepada dia atas lagu tersebut. Dan dia berharap setiap orang yang masih mempunyai hati nurani, mendukung perjuangan rakyat Palestina dan membantu mereka walau hanya dengan berupa doa.
WE WILL NOT GO DOWN (Song for Gaza)
(Composed by Michael Heart)
Copyright 2009
A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive
They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze
We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight
Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right
But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze
We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight
Senin, 21 Juli 2014
Awal Sejarah Israel
Menurut kitab Taurat, Tanah Israel dijanjikan kepada tiga Patriark Yahudi oleh Tuhan sebagai tanah air Yahudi. Sekitar abad ke-11 SM, beberapa kerajaan dan negara Israel didirikan disekitar Tanah Israel.
Antara periode Kerajaan-kerajaan Israel dan penaklukan Muslim abad ke-7, Tanah Israel jatuh di bawah pemerintahan Asiria, Babilonia, Persia, Yunani, Romawi, Sassania, dan Bizantium.
Keberadaan orang Yahudi di wilayah tersebut berkurang drastis setelah kegagalan Perang Bar Kokhba melawan Kekaisaran Romawi pada tahun 132, menyebabkan pengusiran besar-besaran Yahudi.
Pada tahun 628/9, Kaisar Bizantium Heraklius memerintahkan pembantaian dan pengusiran orang-orang Yahudi, mengakibatkan populasi Yahudi menurun lebih jauh lagi.
Tanah Israel direbut dari Kekaisaran Bizantium sekitar tahun 636 oleh penakluk muslim. Selama lebih dari enam abad, kontrol wilayah tersebut berada di bawah kontrol Umayyah, Abbasiyah, dan Tentara Salib sebelum jatuh di bawah Kesulatanan Mameluk pada tahun 1260.
Pada tahun 1516, Tanah Israel menjadi bagian dari Kesultanan Utsmaniyah, yang memerintah wilayah tersebut sampai pada abad ke-20.
Zionisme dan Mandat Britania
Pengusiran besar-besaran Yahudi atau yang biasa disebut Diaspora Yahudi, menyebabkan tersebarnya Yahudi ke berbagai negara. Pada permulaan abad ke-12, penindasan Yahudi oleh Katolik mendorong perpindahan orang-orang Yahudi Eropa kembali ke Tanah Suci. Dan perpindahan itu meningkatkan jumlah populasi Yahudi setelah pengusiran orang Yahudi dari Spanyol pada tahun 1492.Selama abad ke-16, komunitas-komunitas besar Yahudi kebanyakan berpusat pada Empat Kota Suci Yahudi, yaitu Yerusalem, Hebron, Tiberias, dan Safed.
Pada pertengahan kedua abad ke-18, keseluruhan komunitas Hasidut yang berasal dari Eropa Timur telah berpindah ke Tanah Suci.
Imigrasi dalam skala besar, atau dikenal sebagai Aliyah Pertama (עלייה), di mulai pada tahun 1881, yaitu pada saat orang-orang Yahudi melarikan diri dari pogrom di Eropa Timur.
Pada tahun 1896, Theodor Herzl menerbitkan buku Der Judenstaat (Negara Yahudi), dan memaparkan visinya tentang negara masa depan Yahudi, Tahun berikutnya ia kemudian mengetuai Kongres Zionis Dunia pertama.
Aliyah Kedua (1904–1914) dimulai setelah terjadinya pogrom Kishinev. Sekitar 40.000 orang Yahudi kemudian berpindah ke Palestina.
Selama Perang Dunia I, Menteri Luar Negeri Britania Arthur Balfour mengeluarkan pernyataan yang dikenal sebagai Deklarasi Balfour, yaitu deklarasi yang mendukung pendirian negara Yahudi di tanah Palestina.
Atas permintaan Edwin Samuel Montagu dan Lord Curzon, disisipkan pula pernyataan “it being clearly understood that nothing shall be done which may prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communities in Palestine, or the rights and political status enjoyed by Jews in any other country“.
Legiun Yahudi, batalion yang terdiri dari sukarelawan-sukarelawan Zionis, kemudian membantu Britania menaklukkan Palestina. Oposisi Arab terhadap rencana ini berujung pada Kerusuhan Palestina 1920 dan pembentukan organisasi Yahudi yang dikenal sebagai Haganah (Bahasa Ibrani : Pertahanan).
Pada tahun 1922, Liga Bangsa-Bangsa mempercayakan mandat atas Palestina kepada Britania Raya. Populasi wilayah ini pada saat itu secara dominan merupakan Arab muslim, sedangkan pada wilayah perkotaan seperti Yerusalem, secara dominan merupakan Yahudi.
Aliyah Ketiga (1919–1923) dan Aliyah Keempat (1924–1929), secara keseluruhan membawa 100.000 orang Yahudi ke Palestina. Setelah terjadinya kerusuhan Jaffa, Britania membatasi imigrasi Yahudi, dan wilayah yang ditujukan sebagai negara Yahudi dialokasikan di Transyordania.
Gerakan Nazi pada tahun 1930 menyebabkan Aliyah kelima (1929-1939) dengan masukknya seperempat juta orang Yahudi ke Palestina. Gelombang masuknya Yahudi secara besar-besaran ini menimbulkan Pemberontakan Arab di Palestina 1936-1939, memaksa Britania membatasi imigrasi dengan mengeluarkan Buku Putih 1939.
Sebagai reaksi atas penolakan negara-negara di dunia yang menolak menerima pengungsi Yahudi yang melarikan diri dari Holocaust, dibentuklah gerakan bawah tanah yang dikenal sebagai Aliyah Bet yang bertujuan untuk membawa orang-orang Yahudi ke Palestina.
Pada akhir Perang Dunia II, jumlah populasi orang Yahudi telah mencapai 33% populasi Palestina, meningkat drastis dari sebelumnya yang hanya 11% pada tahun 1922.
Kemerdekaan Israel
Setelah 1945, Britania Raya menjadi terlibat dalam konflik kekerasan dengan Yahudi. Pada tahun 1947, pemerintah Britania menarik diri dari Mandat Palestina, menyatakan bahwa Britania tidak dapat mencapai solusi yang diterima baik oleh orang Arab maupun Yahudi.
Badan PBB yang baru saja dibentuk kemudian menyetujui Rencana Pembagian PBB (Resolusi Majelis Umum PBB 18) pada 29 November 1947. Rencana pembagian ini membagi Palestina menjadi dua negara, satu negara Arab, dan satu negara Yahudi. Yerusalem ditujukan sebagai kota Internasional – corpus separatum – yang diadministrasi oleh PBB untuk menghindari konflik status kota tersebut.
Komunitas Yahudi menerima rencana tersebut, tetapi Liga Arab dan Komite Tinggi Arab menolaknya atas alasan kaum Yahudi mendapat 55% dari seluruh wilayah tanah meskipun hanya merupakan 30% dari seluruh penduduk di daerah ini. Pada 1 Desember 1947, Komite Tinggi Arab mendeklarasikan pemogokan selama 3 hari, dan kelompok-kelompok Arab mulai menyerang target-target Yahudi.
Perang saudara dimulai ketika kaum Yahudi yang mula-mulanya bersifat defensif perlahan-lahan menjadi ofensif. Ekonomi warga Arab-Palestina runtuh dan sekitar 250.000 warga Arab-Palestina diusir ataupun melarikan diri.
Pada 14 Mei 1948, sehari sebelum akhir Mandat Britania, Agensi Yahudi memproklamasikan kemerdekaan dan menamakan negara yang didirikan tersebut sebagai “Israel“. Sehari kemudian, gabungan lima negara Arab – Mesir, Suriah, Yordania, Lebanon dan Irak –menyerang Israel, menimbulkan Perang Arab-Israel 1948. Maroko, Sudan, Yemen dan Arab Saudi juga membantu mengirimkan pasukan.
Setelah satu tahun pertempuran, genjatan senjata dideklarasikan dan batas wilayah sementara yang dikenal sebagai Garis Hijau ditentukan. Yordania kemudian menganeksasi wilayah yang dikenal sebagai Tepi Barat dan Yerusalem Timur, sedangkan Mesir mengontrol Jalur Gaza. Israel kemudian diterima sebagai anggota PBB pada tanggal 11 Mei 1949. Selama konflik ini, sekitar 711.000 orang Arab Palestina (80% populasi Arab) mengungsi keluar Palestina.
Pada masa-masa awal kemerdekannya, gerakan Zionisme buruh yang dipimpin oleh Perdana Menteri David Ben-Gurion mendominasi politik Israel. Tahun-tahun ini ditandai dengan imigrasi massal para korban yang selamat dari Holocaust dan orang-orang Yahudi yang diusir dari tanah Arab.
Populasi Israel meningkat dari 800.000 menjadi 2.000.000 dalam jangka waktu sepuluh tahun antara 1948 sampai dengan 1958. Kebanyakan pengungsi tersebut ditempatkan di perkemahan-perkemahan yang dikenal sebagai ma’abarot. Sampai tahun 1952, 200.000 imigran bertempat tingal di kota kemah ini.
Selama tahun 1950-an, Israel terus menerus diserang oleh militan Palestina yang kebanyakan berasal dari Jalur Gaza yang diduduki oleh Mesir.
Pada tahun 1956, Israel bergabung ke dalam sebuah aliansi rahasiaBritania Raya bersama dengan dan Perancis, yang betujuan untuk merebut kembali Terusan Suez yang sebelumnya telah dinasionalisasi oleh Mesir. Walaupun berhasil merebut Semenanjung Sinai, Israel dipaksa untuk mundur atas tekanan dari Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai ganti atas jaminan hak pelayaran Israel di Laut Merah dan Terusan Suez.
Pada tahun 1967, Mesir, Suriah, dan Yordania menutup perbatasannya dengan Israel dan mengusir pasukan perdamaian PBB keluar dari wilayah tersebut serta memblokade akses Israel terhadap Laut Merah.
Israel kemudian melancarkan serangan terhadap pangkalan angkatan udara Mesir karena takut akan terjadinya invasi oleh Mesir. Hal ini kemudian berujung pada Perang Enam Hari yang kemudian dimenangkan oleh Israel. Pada perang ini, Israel berhasil merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, Semenanjung Sinai, dan Dataran Tinggi Golan.
Garis Hijau menjadi penanda batas antara wilayah administrasi Israel dengan Wilayah pendudukan Israel. Batas wilayah Yerusalem juga diperluas dengan memasukkan wilayah Yerusalem Timur. Sebuah undang-undang yang mengesahkan pemasukan wilayah ini kemudian ditetapkan. Hal ini kemudian berujung pada Resolusi Dewan Keamanan PBB 478 yang menyatakan bahwa penetapan ini tidak sah dan melanggar hukum internasional.
Kegagalan negara-negara Arab pada perang tahun 1967 kemudian menyebabkan tumbuhnya gerakan kemerdekaan Palestina oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, beberapa kelompok militer Palestina melancarkan berbagai gelombang serangan terhadap warga-warga Israel di seluruh dunia, termasuk pula pembunuhan atlet-atlet Israel pada Olimpiade München 1972. Israel membalas aksi tersebut dengan melancarkan Operasi Wrath of God (Kemarahan Tuhan). Pada operasi ini, orang-orang yang bertanggung jawab terhadap peristiwa München ini dilacak dan dibunuh.
Pada hari Yom Kippur 6 Oktober 1973 yang merupakan hari suci Yahudi, pasukan Mesir dan Suriah melancarkan serangan mendadak terhadap Israel. Perang tersebut berakhir pada tanggal 26 Oktober dengan Israel berhasil memukul balik pasukan Mesir dan Suriah. Walaupun demikian perang ini dianggap sebagai kekalahan Israel.
Pemilihan Knesset 1977 menandai terjadinya titik balik dalam sejarah perpolitikan Israel. Pada pemilihan ini, Menachem Begin yang berasal dari partai Likud mengambil alih kontrol pemerintahan dari Partai Buruh Israel. Pada tahun itu pula, Presiden Mesir Anwar El Sadat melakukan kunjungan ke Israel dan mengucapkan pidato di depan Knesset. Aksi ini dilihat sebagai pengakuan kedaulatan Israel yang pertama oleh negara Arab.
Dua tahun kemudian, Sadat dan Menachem Begin menandatangani Persetujuan Camp David dan Perjanjian Damai Israel-Mesir. Israel menarik mundur pasukannya dari semenanjung Sinai dan setuju untuk bernegosiasi membahas otonomi warga Palestina yang berada di luar Garis Hijau. Namun, rencana tersebut tidak pernah diimplementasi.
Pemerintahan Begin mendukung warga Israel untuk bermukim di Tepi Barat, mengakibatkan konflik dengan warga Palestina di daerah tersebut.
Pada tanggal 7 Juni 1981, Israel membom bardir reaktor nuklir Osirak milik Irak pada Operasi Opera. Badan intelijen Israel, Mossad, mencurigai reaktor nuklir tersebut akan digunakan Irak untuk mengembangkan senjata nuklir.
Pada tahun 1982, Israel melakukan intervensi pada Perang Saudara Lebanon untuk menghancurkan basis-basis serangan Organisasi Pembebasan Palestina di Israel Utara. Intervensi ini kemudian berkembang menjadi Perang Lebanon Pertama. Israel menarik pasukannya dari Lebanon pada tahun 1986. Intifada Pertama yang merupakan perlawanan rakyat Palestina terhadap pemerintahan Israel terjadi pada tahun 1987, menyebabkan terjadinya kekerasan di daerah pendudukan Israel.
Selama Perang Teluk 1991, PLO dan kebanyakan warga Palestina mendukung Saddam Hussein dan Irak dalam melancarkan serangan misil terhadap Israel.
Pada tahun 1992, Yitzhak Rabin menjadi Perdana Menteri Israel setelah memangkan pemilihan umum legislatif Israel 1992. Yitzhak Rabin dan partainya mendukung adanya kompromi dengan tetangga-tetangga Israel.
Tahun 1993, Shimon Peres dan Mahmoud Abbas, sebagai wakil Israel dan PLO, menandatangani Persetujuan Oslo. Persetujuan ini memberikan Otoritas Nasional Palestina hak untuk memerintah di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Selain itu, juga dinyatakan pula pengakuan hak Israel untuk berdiri dan menyerukan berakhirnya terorisme.
Pada tahun 1994, Perjanjian Damai Israel-Yordania ditandatangani, membuat Yordania menjadi negara Arab kedua yang melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
Dukungan publik Arab terhadap persetujuan ini menurun setelah terjadinya peristiwa pembantaian umat muslim yang sedang bersembahyang di Masjid Ibrahimi oleh sekelompok ekstremis gerakan Kach. Selain itu, pemukiman warga Israel di daerah pendudukan yang masih berlanjut, serta menurunnya kondisi ekonomi Palestina juga menurunkan dukungan publik Arab.
Dukungan publik Israel terhadap persetujuan ini juga berkurang setelah terjadinya rentetan kasus bom bunuh diri yang dilakukan oleh hamas. Pembunuhan Yitzhak Rabin yang dilakukan oleh esktremis Yahudi ketika ia sedang meninggalkan sebuah pawai yang mendukung perdamaian dengan Palestina mengejutkan seluruh negeri.
Pada akhir 1990-an, Israel yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu menarik mundur pasukannya dari Hebron dan menandatangai Memorandum Sungai Wye. Memorandum tersebut memberikan Otoritas Nasional Palestina kontrol yang lebih luas.
Peta perubahan wilayah Israel dan Palestina :
sumber :
- http://id.wikipedia.org/wiki/Israel
- http://id.wikipedia.org/wiki/Palestina
Palestine WILL BE FREE
Dua tentara Israel tewas di Gaza
Minggu, 20 Juli 2014
Pengunjuk rasa menyerukan penghentian
serangan udara Israel ke Jalur Gaza dalam aksi demonstrasi di depan
kedutaan Israel di Washington, Jumat (11/7). (REUTERS/Joshua Roberts)
Jerusalem (ANTARA
News) - Militer Israel pada Minggu menyatakan dua tentara lagi tewas
dalam pertempuran di dan sekitar Jalur Gaza sehingga jumlah korban tewas
di pihak Israel menjadi tujuh orang sementara warga Palestina yang
menjadi korban lebih dari 350 orang.
Bar Rahav (21) dan Bnaya Rubel (20) masing-masing tewas akibat serangan rudal anti-tank dan dalam baku tembak pada Sabtu malam, kata militer sementara Israel meningkatkan serangan darat terhadap wilayah Palestina itu.
Namun militer Israel tidak memberikan rincian lebih lanjut seputar kematian mereka.
Sayap militer Hamas, yang jadi sasaran utama operasi Israel, dalam satu pernyataan pada Minggu pagi mengklaim telah menjerat pasukan dan tank Israel dalam satu serangan untuk memasuki satu lapangan ranjau timur Gaza City dan menyebabkan 14 tentara tewas.
Juru bicara militer tidak segera memberikan informasi mengenai insiden itu.
Selain itu pada Sabtu, Sersan Adar Bersano (20) dari Nahariya dan Mayor Amottz Greenberg (45) dari Hod Hsharon tewas dalam pertempuran melawan sekelompok gerilyawan yang menyusup masuk ke Israel melalui satu terowongan dari pusat Jalur Gaza.
Sayap militer Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, menyatakan 12 personel mereka "berada di belakang garis musuh" selama enam jam sebelum melakukan "konfrontasi langsung dengan musuh untuk membalas kematian para syuhada kami, khususnya anak-anak."
Para pejuang itu mengklaim mereka "membunuh enam tentara yang berpatroli dan mencederai beberapa orang lainnya" tetapi militer Israel mengatakan hanya dua tentara yang tewas.
Militer Israel juga mengumumkan akan memperluas operasi darat yang dimulai Kamis malam lalu.
Kepala staf militer Letnan Jenderal Benny Gantz pada Jumat memperingatkan bahwa ketika Israel memperluas operasi darat di sana itu merupakan "saat-saat yang sulit", merujuk pada kemungkinan munculnya lebih banyak korban di pihak Israel. (Uu.H-RN)
Bar Rahav (21) dan Bnaya Rubel (20) masing-masing tewas akibat serangan rudal anti-tank dan dalam baku tembak pada Sabtu malam, kata militer sementara Israel meningkatkan serangan darat terhadap wilayah Palestina itu.
Namun militer Israel tidak memberikan rincian lebih lanjut seputar kematian mereka.
Sayap militer Hamas, yang jadi sasaran utama operasi Israel, dalam satu pernyataan pada Minggu pagi mengklaim telah menjerat pasukan dan tank Israel dalam satu serangan untuk memasuki satu lapangan ranjau timur Gaza City dan menyebabkan 14 tentara tewas.
Juru bicara militer tidak segera memberikan informasi mengenai insiden itu.
Selain itu pada Sabtu, Sersan Adar Bersano (20) dari Nahariya dan Mayor Amottz Greenberg (45) dari Hod Hsharon tewas dalam pertempuran melawan sekelompok gerilyawan yang menyusup masuk ke Israel melalui satu terowongan dari pusat Jalur Gaza.
Sayap militer Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, menyatakan 12 personel mereka "berada di belakang garis musuh" selama enam jam sebelum melakukan "konfrontasi langsung dengan musuh untuk membalas kematian para syuhada kami, khususnya anak-anak."
Para pejuang itu mengklaim mereka "membunuh enam tentara yang berpatroli dan mencederai beberapa orang lainnya" tetapi militer Israel mengatakan hanya dua tentara yang tewas.
Militer Israel juga mengumumkan akan memperluas operasi darat yang dimulai Kamis malam lalu.
Kepala staf militer Letnan Jenderal Benny Gantz pada Jumat memperingatkan bahwa ketika Israel memperluas operasi darat di sana itu merupakan "saat-saat yang sulit", merujuk pada kemungkinan munculnya lebih banyak korban di pihak Israel. (Uu.H-RN)
Palestine WILL BE FREE
GAZA – Presiden
Otoritas Palestina Mahmoud Abbas menyampaikan terima kasih kepada Raja
Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz yang memberikan USD200 juta atau
sekira Rp1,7 triliun ke Otoritas Palestina.Stasiun Radio Suara Palestina
mengutip pernyataan Abbas yang saat ini berada di Kota New York,
Amerika Serikat (AS). Abbas menyampaikan penghargaan atas dukungan
finansial Arab Saudi ke Otoritas Palestina.
Tak hanya memberi uang, Arab Saudi juga menyatakan dukungan kepada Palestina dalam mendapatkan pengakuan keanggotaan penuh di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pengakuan kemerdekaan berdasarkan garis batas 1967 yang menjadikan Kota Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina. Demikian seperti diberitakan Kuna, Selasa (20/9/2011).
Palestina saat ini tengah mengalami krisis finansial. Para pejabat Otoritas Palestina mengatakan, mereka sering tidak dapat menggaji para pegawai karena minimnya dana.
Suntikan dana yang diberikan oleh Arab Saudi kiranya sangat membantu Palestina dalam menyejahterakan masyarakat.
Selain pendukung Palestina, Arab Saudi juga sudah menekan Amerika Serikat (AS) agar tidak menjadi racun dalam masalah Palestina.
Arab Saudi, lewat diplomat seniornya, Pangeran Turki Al Faisal mengancam AS tetap menggunakan hak veto. Arab Saudi tidak akan bekerja sama lagi dengan AS. Negara kaya minyak itu juga menyoroti aktivitas Israel yang dianggap sebagai perusak situasi keamanan di Timur Tengah.(rhs)
Tak hanya memberi uang, Arab Saudi juga menyatakan dukungan kepada Palestina dalam mendapatkan pengakuan keanggotaan penuh di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pengakuan kemerdekaan berdasarkan garis batas 1967 yang menjadikan Kota Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina. Demikian seperti diberitakan Kuna, Selasa (20/9/2011).
Palestina saat ini tengah mengalami krisis finansial. Para pejabat Otoritas Palestina mengatakan, mereka sering tidak dapat menggaji para pegawai karena minimnya dana.
Suntikan dana yang diberikan oleh Arab Saudi kiranya sangat membantu Palestina dalam menyejahterakan masyarakat.
Selain pendukung Palestina, Arab Saudi juga sudah menekan Amerika Serikat (AS) agar tidak menjadi racun dalam masalah Palestina.
Arab Saudi, lewat diplomat seniornya, Pangeran Turki Al Faisal mengancam AS tetap menggunakan hak veto. Arab Saudi tidak akan bekerja sama lagi dengan AS. Negara kaya minyak itu juga menyoroti aktivitas Israel yang dianggap sebagai perusak situasi keamanan di Timur Tengah.(rhs)
Langganan:
Postingan (Atom)